Bagaimana alam semesta berawal adalah pertanyaan yang mempesona manusia sepanjang jaman.
Pada abad ke16 Copernicus mengemukakan teori bahwa matahari tidak mengelilingi bumi tapi bumilah yang justru mengelilingi matahari. Dia pun dihukum gantung karena dianggap bertentangan dengan dogma gereja pada waktu itu yang menyatakan bumi sebagai pusat alam semesta. Pada abad ke 17 Galileo Galilei dengan teleskop ciptaannya mampu membuktikan bahwa bumi mengelilingi matahari.
Pada tahun 1929 Edwin Hubble menciptakan teleskop Hubble di abservatoriumnya di Mountwilson, California. Setelah berbulan-bulan melakukan pengamatan, dia menemukan bahwa bintang-bintang semakin hari menunjukkan warna semakin merah. Dalam hukum Fisika dikenal jika benda semakin menjauhi titik pengamatan akan menunjukkan spectrum merah, sedangkan benda yang mendekati titik pengamatan menunjukkan spectrum biru. Itu artinya benda-benda luar angkasa kian hari semakin menjauhi satu sama lainnya atau dengan kata lain alam semesta semakin meluas. Edwin Huble kemudian melakukan perhitungan mundur. Jika benda-benda angkasa semakin menjauh berarti dahulunya benda-benda angkasa bermula dari sesuatu yang padu (satu) dan kemudian meledak dengan kecepatan yang luar biasa. Menurut perhitungan yang cermat para ilmuan menyimpulkan bahwa sesuatu yang padu (satu) itu haruslah bervolume nol. Jika suatu benda bervolume nol itu artinya sesuatu itu berawal dari ketiadaan. Dengan kata lain sesuatu yang padu itu diciptakan. Lalu muncullah teori yang sangat terkenal yang disebut teori big bang (ledakan besar).
Sebelum Edwin Huble menemukan kenyataan ini, melalui perhitungan yang cermat Albert Einstein sebenarnya telah memperhitungkan bahwa ruang angkasa tidak statis melainkan terus meluas, tetapi pendapat itu disimpannya karena pada waktu itu pendapat yang mengatakan bahwa alam semesta bersifat statis (tidak berawal dan kekal) sangat populer. Pendapat tentang alam semesta statis ini dikemukakan oleh para pendukung materialisme (atheis). Walaupun Edwin Huble sudah menemukan kenyataan bahwa alam semesta bersifat meluas para pendukung materialisme tetap tidak mau mengakui adanya kebenaran ini.
Mereka tetap berkeyakinan bahwa alam semesta tidak berawal dan bersifat kekal. Mereka hendak mengingkari adanya penciptaan. Dengan kata lain mereka mengingkari adanya Tuhan yang menciptakan alam semesta. Pendapat mereka ini sebenarnya dipengaruhi oleh filsafat Yunani kuno yang mengatakan bahwa materi tidak berawal dan tidak berakhir. Dengan berbagai cara mereka menyanggah pendapat Edwin Hubble dan Albert Einstein ini. Mereka menyanggahnya dengan metode filsafat yang menimbulkan perdebatan tak berujung.
Di tahun 1948 ahli fisaka Amerika George Gemof mengemukakan seandainya alam semesta ini dulunya adalah satu dan kemudian meledak maka pasti ledakan besar itu meninggalkan sisa-sisa radiasi di ruang angkasa. Pada tahun 1965 dua orang ilmuan Arnold Pengias dan Robert Wilson menemukan sisa-sisa radiasi yang tersebar di ruang angkasa. Atas penemuannya itu, mereka berdua memperoleh hadiah Nobel.
Pada tahun 1989 NASA meluncurkan satelit ke luar angkasa untuk meneliti tentang gejala radiasi alam semesta. Melalui sensor-sensor yang dipasang disatelit yang disebut sensor kobe mereka menangkap adanya radiasi sisa-sisa ledakan besar yang menyebar diseluruh ruang angkasa. Penemuan ini menghebohkan dunia dan media masa.
Newsweek bahkan dalam sampul majalahnya menulis : Science telah menemukan Tuhan. Fisikawan Inggris Stephen Hawking menyebutkan penemuan ini sebagai penemuan terbesar dalam bidang astronomi di abad ini bahkan mungkin sepanjang masa. Belakangan salah satu dari orang-orang yang menentang adanya tuhan mengaku bahwa mereka mempertahankan pendapat alam statis bukan karena mereka yakin akan kebenaran pendapat mereka tapi karena berharap pendapat mereka benar sehingga fakta adanya penciptaan dan tuhan dapat mereka sangkal.
Coba simak dua ayat Al-Quran dibawah ini :
“Dan Apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang PADU, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka Mengapakah mereka tiada juga beriman?” (Al Anbiyaa 21:30)
“Dan langit itu Kami bangun dengan kekuasaan (Kami) dan Sesungguhnya Kami benar-benar
berkuasa MELUASKANNYA” (Adz zaariyaat 51:47)
Jika Al Quran itu hanyalah karangan Muhammad, lalu mungkinkah 14 abad yang lalu ketika ilmu pengetahuan belum secanggih sekarang, seorang manusia di tengah gurun yang gersang di Arab bisa mengetahui bahwa alam semesta diciptakan dari sesuatu yang padu dan kemudian meluas?
Hanya Alloh yang Tahu
---------------------
dari berbagai sumber