TRANSLATE

English French German Spain Italian Dutch
Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Wednesday, October 27, 2010

what's inside the Kaaba

At the time this building was crowded with Pagan idols, but now, this shrine may be virtually empty, 
and Muslims can pray in every corner inside. Privilege of being in the temple is to pray facing anywhere.

Necessary steps to reach the door of the Kaaba, the Kaaba understand floor 2.2 meters higher than the 
trajectory thawaf. Once past the pint, dimly lit atmosphere welcoming. 
Only three battery-powered portable lamps that look like lights, lying on the table, right at this point the middle of the room.

The air inside the Kaaba was warm, even at night. Gently flowing perfume. 
Apparently, important guests got an invitation to wipe the walls of the Kingdom of the Kaaba with unscented cloth.

The walls of the Kaaba is made of marble, so too the floor. Walls glow brighter in the middle, while at each corner and edge tampaklebih dark. At the top of the room, depending on the number of objects, like lamps. In one corner, there is a knob to the right door fronted wall, stairs to the roof.

The three pillars to support the roof. As the door, all gold plated.Gold is the result of fusion of 36 thousand dinars in the reign of Al-Walid bin Abdul Malik. Governor of Makkah at that time. Khalid Qasari, making the gold coating the pole, the inner corner of the Kaaba.

Cube form that makes it called the Kaaba. Allah, as set forth in Q.S. Al Maidah verse 97,


جعل الله الكعبة البيت الحرام قياما للناس والشهر الحرام والهدي والقلائد ذلك لتعلموا أن الله يعلم ما في السماوات وما في الأرض وأن الله بكل شيء عليم

God has made the Ka'bah, the shrine as the center (of worship and world affairs) for humans, and (likewise) months Haram, Had-yes, qalaid. (God makes that) so it is that ye may know that Allah knows what is in the heavens and what is on earth and that Allah is Knower of all things

Historians, including Dr. Muhammad Ilyas Abdul Ghani, said the Kaaba was built up to 12 times. Popular chronicle mentions the shrine was first founded by angels. Only then the Prophet Adam, Prophet Abraham, then by the Quraish at the time of Ignorance - and Muhammad SAW contributing to build it when he was 25 years old.

Latest development made by Ibn Zubair. But the reconstruction continues to occur, among others, in the era of Abdul Malik Marwan government in 74 Hijri (683 AD). Reconstruction was also performed at the time of Sultan Murad Khan in the year 1039 Hijri (1630 AD) after some buildings damaged by flooding.

This the shrine center thawaf and Umrah pilgrims. In one corner, there is the Black Stone, a black stone that was taking the Rasululloh SAW touch and kiss her. Black Stone, according to the words of the Messenger, sent down from heaven with a color whiter than milk. The sins of the descendants of Adam made it black.

Muhammad played a major role during the construction of the Kaaba by Quraish nation in the era of Ignorance. At that time, the tribes fighting over the right to put the Black Stone. Disputes occur so that the development stalled for 4-5 days. Then it was decided the first to enter where they berdialoglah which will put the Black Stone. Apparently, that person is Muhammad SAW. "This is Al-Amin, we are pleased with Muhammad" they said.

Then, Muhammad spread a cloth and put the stone above it, and asked each tribe holding the tip of the fabric. And, once they lift the Black Stone and put it in the near corner of the Kaaba. Then Muhammad put in place.

In the era of Ibn Zubair, the Kaaba was built as in the time of Prophet Ismail AS. This building is longer and covers an area which is currently called Hijir Ismail. Ibn Zubayr also made two-door and put him down so that people can easily enter. He is basing his actions on the hadith which states the Quraish intentionally elevating the Kaaba door because people want to restrict who can enter only certain people.
Hijir Ismailsebenarnya is part of the Kaaba. It was narrated from Abdul Hamid bin Jubair from her aunt Safiyah bint Syaibah, "Aisha said to Rasululloh SAW, 'O Rasululloh, can I go to Baitulloh?', He said, 'go into Hijir Ishmael, because he is still part of Baitulloh'."

Caliph Abdul Malik Marwan then make the cube-shaped Kaaba again. He later regretted when he knows the hadith narrated by Aisha RA Siti them. But the form Kaaba never again changed, Hijir Ismail is now characterized by a low wall outside the circle the Kaaba walls.
Although not change the shape, the reconstruction of the Kaaba in the Modern era occurred in 1996 AD. The final step is to replace wooden materials in the roof pillars in the Kaaba. Implementing these improvements are a group of Bin Laden's Business Group.

-----------------------------
source: google.com
             www.wikpedia.org
             http://translate.google.co.id/#

Ada Apa didalam Ka'bah




Ada apa didalam Ka’bah? Pada masa Jahiliyah bangunan ini sesak dengan berhala, namun sekarang, rumah suci ini boleh dibilang kosong, dan ummat Islam dapat sholat disetiap pojok didalamnya. Keistimewaan berada didalam ka’bah adalah dapat sholat menghadap mana saja.

Perlu tangga untuk dapat mencapai pintu Ka’bah, maklum lantai dalam Ka’bah 2,2 meter lebih tinggi dari lintasan thawaf. Begitu melewati pint, suasana temaram menyambut. Hanya tiga lampu jinjing bertenaga baterai yang tampak sebagai penerang, tergeletak diatas meja, tepat dititik tengah ruangan.

Udara didalam Ka’bah terasa hangat, sekalipun dimalam hari. Aroma parfum mengalir lembut. Rupanya, tamu-tamu penting Kerajaan mendapat undangan mengelap dinding dalam Ka’bah dengan kain yang diberi wewangian.

Dinding dalam Ka’bah terbuat dari marmer, demikian pula lantainya. Kilau dinding lebih terang pada bagian tengah, sementara pada setiap pojok dan tepiannya tampaklebih gelap. Dibagian atas ruangan, tergantung sejumlah benda, seperti lampu. Disalah satu sudut, sebelah kanan pintu terdapat tonjolan dinding berpintu, tangga menuju atap.

Tiga tiang menjadi penopang atap. Sebagaimana pintu, semua berlapiskan emas. Emas ini adalah hasil peleburan 36 ribu dinar pada masa pemerintahan Al Walid bin Abdul Malik. Gubernur Makkah saat itu. Khalid Qasari, menjadikan emas itu pelapis tiang, sudut bagian dalam Ka’bah.

Bentuk kubuslah yang membuat ia bernama Ka’bah. Alloh, sebagaimana termaktub dalam Q.S. Al Maidah ayat 97,


جَعَلَ اللَّهُ الْكَعْبَةَ الْبَيْتَ الْحَرَامَ قِيَامًا لِلنَّاسِ وَالشَّهْرَ الْحَرَامَ وَالْهَدْيَ وَالْقَلائِدَ ذَلِكَ لِتَعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الأرْضِ وَأَنَّ اللَّهَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ

Allah telah menjadikan Kakbah, rumah suci itu sebagai pusat (peribadatan dan urusan dunia) bagi manusia, dan (demikian pula) bulan Haram, had-ya, qalaid. (Allah menjadikan yang) demikian itu agar kamu tahu, bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi dan bahwa sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu

Sejarawan, termasuk Dr. Muhammad Ilyas Abdul Ghani, menyatakan Ka’bah dibangun hingga 12 kali. Tarikh popular menyebutkan rumah suci ini kali pertama didirikan oleh malaikat. Baru kemudian oleh Nabi Adam AS, Nabi Ibrahim AS, kemudian oleh bangsa Quraisy pada masa Jahiliyah – dan Muhammad SAW turut andil membangunnya saat beliau berumur 25 tahun.

Pembangunan terakhir dilakukan oleh Ibnu Zubair. Namun rekonstruksi terus terjadi, antara lain pada era pemerintahan Abdul Malik Marwan pada tahun 74 Hijriyah (683 Masehi). Rekonstruksi juga dilakukan pada masa Sultan Murad Khan pada tahun 1039 Hijriyah (1630 Masehi) setelah sebagian bangunan rusak akibat banjir.

Rumah suci inlah pusat thawaf jamaah haji dan umrah. Pada salah satu sudutnya, terdapat Hajar Aswad, batu hitam yang Rasululloh SAW pun menyempatkan diri menyentuh dan menciumnya. Hajar Aswad, berdasarkan sabda Rosululloh, diturunkan dari surga dengan warna yang lebih putih daripada susu. Dosa-dosa keturunan Adam membuatnya menjadi hitam.

Muhammad SAW berperan besar saat pembangunan Ka’bah oleh bangsa Quraisy di era Jahiliyah. Saat itu, para kabilah berebut hak untuk meletakkan Hajar Aswad. Perselisihan terjadi sehingga pembangunan terhenti selama 4-5 hari. Kemudian diputuskan orang pertama yang memasuki tempat mereka berdialoglah yang akan meletakkan Hajar Aswad. Ternyata, orang itu adalah Muhammad SAW. “ini adala Al-Amin, kami ridha dengan Muhammad” kata mereka.

Lalu, Muhammad SAW menghamparkan sejelai kain dan meletakkan batu itu diatasnya, serta meminta setiap kabilah memegang ujung kain. Dan, serentak mereka mengangkat Hajar Aswad dan menempatkannya di didekat sudut Ka’bah. Kemudian, Muhammad SAW meletakannya pada tempatnya.

Pada era Ibnu Zubai, Ka’bah dibangun seperti pada masa Nabi Ismail AS. Bangunan ini lebih panjang dan meliputi area yang saat ini disebut Hijir Ismail. Ibnu Zubair juga membuat dua pintu dan merendahkannya sehingga orang dapat dengan mudah masuk. Ia mendasarkan perbuatannya pada hadist yang menyatakan kaum Quraisy  sengaja meninggikan pintu Ka’bah karena hendak membatasi orang-orang yang bisa masuk hanya orang-orang tertentu.
Hijir Ismailsebenarnya adalah bagian dari Ka’bah. Diriwayatkan dari Abdul Hamid bin Jubair dari bibinya Shafiyyah binti Syaibah, “Aisyah berkata kepada Rasululloh SAW, ‘wahai Rasululloh, bolehkah aku masuk ke Baitulloh?’, beliau bersabda, ‘masuklah kedalam Hijir ISmail, karena ia masih bagian dari Baitulloh’.”

Khalifah Abdul Malik Marwan kemudian menjadikan Ka’bah kembali berbentuk Kubus. Ia kemudian menyesal setelah tahu hadist yang diriwayatkan Siti Aisyah RA tersebut. Namun bentuk Ka’bah tak pernah lagi diubah, Hijir Ismail kini ditandai dengan dinding rendah melingkar di luar dinding Ka’bah.
Kendati tak mengubah bentuk, rekonstruksi Ka’bah pada era Modern terjadi pada tahun 1996 Masehi. Langkah terakhir ini mengganti bahan-bahan kayu pada pilar dalam atap Ka’bah. Pelaksana  perbaikan ini adalah kelompok Usaha Bin Laden Group.


------------------------------
source: google.com
             www.wikipedia.org

Pilgrimage Improve Command ISLAM

Islamic person can only be said to be excellent if he had been conducting pillars of Islam, that is to say creed, establish prayer, fasting during Ramadan, pay Zakat and perform Hajj.
however, to perform the pilgrimage, a number of requirements must be met. The most fundamental requirement is capable of - both mentally, physically and financially.

Hajj is a worship that is not relatively easy to implement. To perform Hajj must be able-bodied candidates, and should have enough supplies for the perpetrator and the family he left behind.Must be physically healthy and strong and has sufficient financial capability, because the pilgrimage held an open field, under the scorching weather and extreme cold, far away from their homes and in a long time.

Plus, the fact that the pilgrim should have an adequate stock of knowledge, especially about the rituals of Hajj. Given the relative weight of these requirements, not everyone is able to carry it out perfectly.

The question now, why Allah ordered his followers make the pilgrimage that was heavy enough? Hajj in essence is a journey to change themselves to Allah. Hajj is an example shows the creation of Adam, Ibrahim struggle against Satanic temptation and to uphold the teachings of Allah, as well as a series of trials experienced by Siti Hajar face the hard life.

All the events that must be internalized and remembered by the nation of Islam through the Hajj. Performance history is so important because this is the true story of human life. In essence, in life we must resist misguided values, and follow the straight path which epitomized Ibrahim and Ismail and Siti Hajar fortitude.

Once the importance of the spirit of this pilgrimage, so that this worship is obligatory and included one of the Pillars of Islam. The obligation to run this Ibarahim teachings proclaimed to all mankind, especially to the Islamic ummah.

Berhaji
Perintah Menyempurnakan ISLAM

keIslaman seseorang baru bisa dikatakan sempurna bila ia telah melaksanakan rukun Islam, yakni mengucapkan sahadat, mendirikan sholat, berpuasa di bulan Ramadhan, membayar zakat serta melaksanakan ibadah Haji .
namun, untuk melaksanakan ibadah haji, sejumlah syarat harus dipenuhi. Syarat yang paling mendasar adalah mampu – baik secara mental, fisik maupun financial.

Haji merupakan ibadah yang relative tidah mudah untuk dilaksanakan. Untuk melaksanakannya calon haji harus berbadan sehat, dan harus mempunyai perbekalan cukup bagi pelaku dan keluarga yang ditinggalkannya. Fisik harus sehat da kuat serta memiliki kemampuan financial yang cukup, karena ibadah haji dilaksanakan dilapangan terbuka, dibawah cuaca yang terik dan dingin secara ekstrim, ditempat yang jauh dari tempat tinggal serta dalam waktu lama.

Ditambah, fakta bahwa calon haji sebaiknya punya bekal pengetahuan yang memadai, khususnya tentang manasik haji. Mengingat persyaratan yang relative berat tersebut, tidak setiap orang sanggup melaksanakannya dengan sempurna.

Yang menjadi pertanyaan kini, mengapa ALLOH memerintahkan umatnya melakukan ibadah haji yang cukup berat tadi? Haji pada pokoknya adalah perjalanan mengubah diri menuju ALLOH. Haji adalah sebuah contoh pertunjukan penciptaan Adam, perjuangan Ibrahim melawan godaan Syetan dan menegakkan ajaran ALLOH, serta serangkaian cobaan yang dialami Siti Hajar menghadapi kerasnya hidup.

Semua peristiwa itulah yang harus dihayati dan diingat oleh ummat ISLAM melalui ibadah Haji. Pertunjukan sejarah itu begitu penting karena inilah lakon sejati kehidupan manusia. Intinya, dalam hidup kita wajib menentang nilai-nilai sesat, dan mengikuti jalan yang lurus yang dicontohkan  Ibrahim dan Ismail serta ketabahan Siti Hajar.

Begitu pentingnya semangat ibadah haji ini, sehingga ibadah ini hukumnya wajib dan termasuk salah satu Rukun Islam. Kewajiban menjalankan ajaran Ibarahim ini diserukan kepada seluruh umat manusia, terlebih kepada ummat ISLAM.


Source: google.com

Saturday, October 23, 2010

HIDZIB IBNU HADJAR

بسم الله الرّحمن الرّ حيم
اَللّهُمَّ زِدْنِى عِلْمَنًَا وَفَهْمًَََا يَاكاَشِفَى اْلمُشْكِلاَةِإِكْشِفِى اْلحُجُبَ عَنْ َوُجُوْهِ اْلمَعَانِى حََتَّى أَطَلِعَ عَلَى خَفَايَاهَكِ هِ اْلمُسَائِلِ وَاحْفَظْنِى مِنَ اْلخَطَكِ وَاْالضََّّلاَلِ فَاَنْتَ مُوَفِّقُ كُلِّ أَمْرٍِ وَأَنْتَ عَلاَّ مُ اْلغُيُوْبِ؛إِنَّ الَّذِيْنَ يَشْتَرُوْنَ بِعَهْدِاللهِ وَأَيْمَانِهِمْ ثَمَنًَا قَلِيلاًَأُوْلٓئِكَ لاَخَلاَقَ لَهُمْ فِى اْلاَخِرَةِ


Tata Cara Lelaku:
Puasa selama 7 hari mutih, selama puasa; sehabis sholat 5 waktu dibaca 11x dan saat tengah malam sehabis sholat hajad dibaca 111x. Hari terakhir puasa ngebleng dan dibaca semampunya. Ba’da puasa amalan diwirid ba’da sholat 3/5/7x

Khasiat:
1.Kecerdasan
2.Mudah dalam menghafal

حول الاحتفال بذكرى المولد النبوي الشريف
العلامة السيد/ محمد علوي المالكي الحسني

بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله رب العالمين والصلاة والسلام على أشرف الأنبياء والمرسلين سيدنا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين.

أما بعد ، فقد كثر الكلام عن حكم الاحتفال بالمولد النبوي الشريف ، وما كنت أود أن أكتب شيئاً في هذا الموضوع وذلك لأن ما شغل ذهني وذهن العقلاء من المسلمين اليوم هو أكبر من هذه القضية الجانبية التي صار الكلام عنها أشبه ما يكون بالحولية التي تُقرأ في كل موسم وتُنشر في كل عام حتى ملّ الناس سماع مثل هذا الكلام ، لكن لما أحب كثير من الإخوان أن يعرفوا رأيي بالخصوص في هذا المجال ، وخوفاً من أن يكون ذلك من كتم العلم أقدمت على المشاركة في الكتابة عن هذا الموضوع سائلين من المولى عزوجل أن يلهم الجميع الصواب آمين .

وقبل أن أسرد الأدلة على جواز الاحتفال بالمولد النبوي الشريف والاجتماع عليه أحب أن أبين المسائل الآتية :

الأولى : أننا نقول بجواز الاحتفال بالمولد النبوي الشريف والاجتماع لسماع سيرته والصلاة والسلام عليه وسماع المدائح التي تُقال في حقه ، وإطعام الطعام وإدخال السرور على قلوب الأمة .

الثانية : أننا لا نقول بسنية الاحتفال بالمولد المذكور في ليلة مخصوصة بل من اعتقد ذلك فقد ابتدع في الدين ، لأن ذكره صلّىالله عليه وسلّم والتعلق به يجب أن يكون في كل حين ، ويجب أن تمتلئ به النفوس .

نعم : إن في شهر ولادته يكون الداعي أقوي لإقبال الناس واجتماعهم وشعورهم الفياض بارتباط الزمان بعضه ببعض ، فيتذكرون بالحاضر الماضي وينتقلون من الشاهد إلى الغائب .

الثالثة : أن هذه الاجتماعات هي وسيلة كبرى للدعوة إلى الله ، وهي فرصة ذهبية لا تفوت ، بل يجب على الدعاة والعلماء أن يذّكروا الأمة بالنبي صلّىالله عليه وسلّم بأخلاقه وآدابه وأحواله وسيرته ومعاملته وعبادته ، وأن ينصحوهم ويرشدوهم إلى الخير والفلاح ويحذّروهم من البلاء والبدع والشر والفتن ، وإننا دائما ندعو إلى ذلك ونشارك في ذلك ونقول للناس : ليس المقصود من هذه الاجتماعات مجرد الاجتماعات والمظاهر ، بل هذه وسيلة شريفة إلى غاية شريفة وهي كذا وكذا ، ومن لم يستفد شيئا لدينه فهو محروم من خيرات المولد الشريف .

أدلة جواز الاحتفال بمولد النبي صلّىالله عليه وسلّم

الأول : أن الاحتفال بالمولد النبوي الشريف تعبير عن الفرح والسرور بالمصطفى صلّىالله عليه وسلّم ، وقد انتفع به الكافر .

وسيأتي في الدليل التاسع مزيد بيان لهذه المسألة ، لأن أصل البرهان واحد وإن اختلفت كيفية الاستدلال وقد جرينا على هذا المنهج في هذا البحث وعليه فلا تكرار

فقد جاء في البخاري أنه يخفف عن أبي لهب كل يوم الاثنين بسبب عتقه لثويبة جاريته لما بشّرته بولادة المصطفى صلّىالله عليه وسلّم .

ويقول في ذلك الحافظ شمس الدين محمد بن ناصر الدين الدمشقي

إذا كان هذا كافـراً جاء ذمـه….. بتبّت يداه في الجحيم مخلّدا

أتى أنه في يوم الاثنين دائـمـا….. يُخفّف عنه للسرور بأحمدا

فما الظن بالعبد الذي كان عمره ……بأحمد مسرورا ومات موحّدا

وهذه القصة رواها البخاري في الصحيح في كتاب النكاح مرسلة ونقلها الحافظ ابن حجر في الفتح ورواها الإمام عبدالرزاق الصنعاني في المصنف والحافظ البيهقي في الدلائل وابن كثير في السيرة النبوية من البداية ومحمد ابن عمر بحرق في حدائق الأنوار والحافظ البغوي في شرح السنة وابن هشام والسهيلي في الروض الأُنُف والعامري في بهجة المحافل ، وهي وإنْ كانت مرسلة إلا أنها مقبولة لأجل نقل البخاري لها واعتماد العلماء من الحفاظ لذلك ولكونها في المناقب والخصائص لا في الحلال والحرام ، وطلاب العلم يعرفون الفرق في الاستدلال بالحديث بين المناقب والأحكام ، وأما انتفاع الكفار بأعمالهم ففيه كلام بين العلماء ليس هذا محل بسطه ، والأصل فيه ما جاء في الصحيح من التخفيف عن أبي طالب بطلب من الرسول صلّىالله عليه وسلّم .

الثاني : أنه صلّىالله عليه وسلّم كان يعظّم يوم مولده ، ويشكر الله تعالى فيه على نعمته الكبرى عليه ، وتفضّله عليه بالجود لهذا الوجود ، إذ سعد به كل موجود ، وكان يعبّر عن ذلك التعظيم بالصيام كما جاء في الحديث عن أبي قتادة : أن رسول الله صلّىالله عليه وسلّم سُئل عن صيام يوم الاثنين ؟ فقال (فيه وُلدتُ وفيه أُنزل عليَّ ) رواه الإمام مسلم في الصحيح في كتاب الصيام .

وهذا في معنى الاحتفال به ، إلاّ أن الصورة مختلفة ولكن المعنى موجود سواء كان ذلك بصيام أو إطعام طعام أو اجتماع على ذكر أو صلاة على النبي صلّىالله عليه وسلّم أو سماع شمائله الشريفة .

الثالث : أن الفرح به صلّىالله عليه وسلّم مطلوب بأمر القرآن من قوله تعالى ( قل بفضل الله وبرحمته فبذلك فليفرحوا ) فالله تعالى أمرنا أن نفرح بالرحمة ، والنبي صلّىالله عليه وسلّم أعظم الرحمة ، قال الله تعالى ( وما أرسلناك إلا رحمة للعالمين ) .

الرابع : أن النبي صلّىالله عليه وسلّم كان يلاحظ ارتباط الزمان بالحوادث الدينية العظمى التي مضت وانقضت ، فإذا جاء الزمان الذي وقعت فيه كان فرصة لتذكّرها وتعظيم يومها لأجلها ولأنه ظرف لها .

وقد أصّل صلّىالله عليه وسلّم هذه القاعدة بنفسه كما صرح في الحديث الصحيح أنه صلّىالله عليه وسلّم : لما وصل المدينة ورأى اليهود يصومون يوم عاشوراء سأل عن ذلك فقيل له : إنهم يصومون لأن الله نجّى نبيهم وأغرق عدوهم فهم يصومونه شكرا لله على هذه النعمة ، فقال صلّىالله عليه وسلّم : نحن أولى بموسى منكم ، فصامه وأمر بصيامه .

الخامس : أن المولد الشريف يبعث على الصلاة والسلام المطلوبين بقوله تعالى : ( إن الله وملائكته يصلّون على النبي يا أيها الذين آمنوا صلّوا عليه وسلّموا تسليما ) .

وما كان يبعث على المطلوب شرعاً فهو مطلوب شرعاً ، فكم للصلاة عليه من فوائد نبوية ، وإمدادات محمدية ، يسجد القلم في محراب البيان عاجزاً عن تعداد آثارها ومظاهر أنوارها .

السادس : أن المولد الشريف يشتمل على ذكر مولده الشريف ومعجزاته وسيرته والتعريف به ، أولسنا مأمورين بمعرفته ومطالبين بالاقتداء به والتأسّي بأعماله والإيمان بمعجزاته والتصديق بآياته ؟ وكتب المولد تؤدي هذا المعنى تماما .

السابع : التعرّض لمكافأته بأداء بعض ما يجب له علينا ببيان أوصافه الكاملة وأخلاقه الفاضلة ، وقد كان الشعراء يفدون إليه صلّىالله عليه وسلّم بالقصائد ويرضى عملهم ، ويجزيهم على ذلك بالطيبات والصلات ، فإذا كان يرضى عمن مدحه فكيف لا يرضى عمن جمع شمائله الشريفة ، ففي ذلك التقرب له عليه السلام باستجلاب محبته ورضاه .

الثامن : أن معرفة شمائله ومعجزاته وإرهاصاته تستدعي كمال الإيمان به عليه الصلاة والسلام ، وزيادة المحبة ، إذ الإنسان مطبوع على حب الجميل ، ولا أجمل ولا أكمل ولا أفضل من أخلاقه وشمائله صلّىالله عليه وسلّم ، وزيادة المحبة وكمال الإيمان مطلوبان شرعاً ، فما كان يستدعيهما فهو مطلوب كذلك .

التاسع : أن تعظيمه صلّىالله عليه وسلّم مشروع ، والفرح بيوم ميلاده الشريف بإظهار السرور وصنع الولائم والاجتماع للذكر وإكرام الفقراء من أظهر مظاهر التعظيم والابتهاج والفرح والشكر لله بما هدانا لدينه القويم وما منّ به علينا من بعثه عليه أفضل الصلاة والتسليم .

العاشر : يؤخذ من قوله صلّىالله عليه وسلّم في فضل يوم الجمعة وعدِّ مزاياه : ( وفيه خُلق آدم ) تشريف الزمان الذي ثبت أنه ميلاد لأي نبيٍّ كان من الأنبياء عليهم السلام ، فكيف باليوم الذي وُلد فيه أفضل النبيين وأشرف المرسلين .

ولا يختص هذا التعظيم بذلك اليوم بعينه بل يكون له خصوصاً ، ولنوعه عموماً مهما تكرر كما هو الحال في يوم الجمعة شُكراً للنعمة وإظهاراً لمزية النبوة وإحياءً للحوادث التاريخية الخطيرة ذات الإصلاح المهم في تاريخ الإنسانية وجبهة الدهر وصحيفة الخلود ، كما يؤخذ تعظيم المكان الذي وُلد فيه نبيٌّ من أمر جبريل عليه السلام النبيَّ صلّىالله عليه وسلّم بصلاة ركعتين ببيت لحم ، ثم قال له : ( أتدري أين صلّيت ؟ قال : لا ، قال : صلّيتَ ببيت لحم حيث وُلد عيسى ) كما جاء ذلك في حديث شداد بن أوس الذي رواه البزّار وأبو يعلى والطبراني . قال الحافظ الهيثمي في مجمع الزوائد : ورجاله رجال الصحيح ، وقد نقل هذه الرواية الحافظ ابن حجر في الفتح وسكت عنها .

الحادي عشر : أن المولد أمرٌ استحسنه العلماء والمسلمون في جميع البلاد ، وجرى به العمل في كل صقع فهو مطلوب شرعاً للقاعدة المأخوذة من حديث ابن مسعود رضي الله عنه الموقوف ( ما رآه المسلمون حسناً فهو عند الله حسن ، وما رآه المسلمون قبيحاً فهو عند الله قبيح ) أخرجه أحمد .

الثاني عشر : أن المولد اشتمل على اجتماع وذكر وصدقة ومدح وتعظيم للجناب النبوي فهوسنة ، وهذه أمور مطلوبة شرعاً وممدوحة وجاءت الآثار الصحيحة بها وبالحثّ عليها .

الثالث عشر : أن الله تعالى قال : ( وكلاًّ نقصُّ عليك من أنباء الرسل ما نثبّت به فؤادك ) فهذا يظهر منه أن الحكمة في قصّ أنباء الرسل عليهم السلام تثبيت فؤاده الشريف بذلك ولا شك أننا اليوم نحتاج إلى تثبيت أفئدتنا بأنبائه وأخباره أشد من احتياجه هو صلّىالله عليه وسلّم .

الرابع عشر : ليس كل ما لم يفعله السلف ولم يكن في الصدر الأول فهو بدعة منكرة سيئة يحرم فعلها ويجب الإنكار عليها بل يجب أن يعرض ما أحدث على أدلة الشرع فما اشتمل على مصلحة فهو واجب ، أو على محرّم فهو محرّم ، أو على مكروه فهو مكروه ، أو على مباح فهو مباح ، أو على مندوب فهو مندوب ، وللوسائل حكم المقاصد ، ثم قسّم العلماء البدعة إلى خمسة أقسام :

واجبة : كالرد على أهل الزيغ وتعلّم النحو .

ومندوبة : كإحداث الربط والمدارس ، والأذان على المنائر وصنع إحسان لم يعهد في الصدر الأول .

ومكروه : كزخرفة المساجد وتزويق المصاحف .

ومباحة : كاستعمال المنخل ، والتوسع في المأكل والمشرب .

ومحرمة : وهي ما أحدث لمخالفة السنة ولم تشمله أدلة الشرع العامة ولم يحتو على مصلحة شرعية .

الخامس عشر : فليست كل بدعة محرّمة ، ولو كان كذلك لحرُم جمع أبي بكر وعمر وزيد رضي الله عنهم القرآن وكتبه في المصاحف خوفاً على ضياعه بموت الصحابة القراء رضي الله عنهم ، ولحرم جمع عمر رضي الله عنه الناس على إمام واحد في صلاة القيام مع قوله ( نعمت البدعة هذه ) وحرم التصنيف في جميع العلوم النافعة ولوجب علينا حرب الكفار بالسهام والأقواس مع حربهم لنا بالرصاص والمدافع والدبابات والطيارات والغواصات والأساطيل ، وحرم الأذان على المنائر واتخاذ الربط والمدارس والمستشفيات والإسعاف ودار اليتامى والسجون ، فمن ثَم قيّد العلماء رضي الله عنهم حديث (كل بدعة ضلالة ) بالبدعة السيئة ، ويصرّح بهذا القيد ما وقع من أكابر الصحابة والتابعين من المحدثات التي لم تكن في زمنه صلّىالله عليه وسلّم ، ونحن اليوم قد أحدثنا مسائل كثيرة لم يفعلها السلف وذلك كجمع الناس على إمام واحد في آخر الليل لأداء صلاة التهجد بعد صلاة التراويح ، وكختم المصحف فيها وكقراءة دعاء ختم القرآن وكخطبة الإمام ليلة سبع وعشرين في صلاةالتهجد وكنداء المنادي بقوله ( صلاة القيام أثابكم الله ) فكل هذا لم يفعله النبي صلّىالله عليه وسلّم ولا أحد من السلف فهل يكون فعلنا له بدعة ؟

السادس عشر : فالاحتفال بالمولد وإن لم يكن في عهده صلّىالله عليه وسلّم فهو بدعة ، ولكنها حسنة لاندراجها تحت الأدلة الشرعية ، والقواعد الكلية ، فهي بدعة باعتبار هيئتها الاجتماعية لا باعتبار أفرادها لوجود أفرادها في العهد النبوي عُلم ذلك في الدليل الثاني عشر .

السابع عشر : وكل ما لم يكن في الصدر الأول بهيئته الاجتماعية لكن أفراده موجودة يكون مطلوباً شرعاً ، لأن ما تركّب من المشروع فهو مشروع كما لا يخفى .

الثامن عشر : قال الإمام الشافعي رضي الله عنه : ما أحدث وخالف كتاباً أو سنة أو إجماعاً أو أثراً فهو البدعة الضالة ، وما أحدث من الخير ولم يخالف شيئاً من ذلك فهو المحمود .ا.هـ .

وجرى الإمام العز بن عبد السلام والنووي كذلك وابن الأثير على تقسيم البدعة إلى ما أشرنا إليه سابقاً .

التاسع عشر : فكل خير تشمله الأدلة الشرعية ولم يقصد بإحداثه مخالفة الشريعة ولم يشتمل على منكر فهو من الدين .

وقول المتعصب إن هذا لم يفعله السلف ليس هو دليلاً له بل هو عدم دليل كما لا يخفى على مَن مارس علم الأصول ، فقد سمى الشارع بدعة الهدى سنة ووعد فاعلها أجراً فقال عليه الصلاة والسلام : ( مَنْ سنّ في الإسلام سنة حسنة فعمل بها بعده كُتب له مثل أجر مَن عمل بها ولا ينقص من أجورهم شيء ) .

العشرون : أن الاحتفال بالمولد النبوي إحياء لذكرى المصطفى صلّىالله عليه وسلّم وذلك مشروع عندنا في الإسلام ، فأنت ترى أن أكثر أعمال الحج إنما هي إحياء لذكريات مشهودة ومواقف محمودة فالسعي بين الصفا والمروة ورمي الجمار والذبح بمنى كلها حوادث ماضية سابقة ، يحيي المسلمون ذكراها بتجديد صُوَرِها في الواقع والدليل على ذلك قوله تعالى : ( وأذِّن في الناس بالحج ) وقوله تعالى حكاية عن إبراهيم وإسماعيل عليهما السلام ( وأرنا مناسكنا ) .

الحادي والعشرون : كل ما ذكرناه سابقا من الوجوه في مشروعية المولد إنما هو في المولد الذي خلا من المنكرات المذمومة التي يجب الإنكار عليها ، أما إذا اشتمل المولد على شئ مما يجب الإنكار عليه كاختلاط الرجال بالنساء وارتكاب المحرمات وكثرة الإسراف مما لا يرضى به صاحب المولد صلّىالله عليه وسلّم فهذا لاشك في تحريمه ومنعه لما اشتمل عليه من المحرمات لكن تحريمه حينئذ يكون عارضيا لا ذاتيا كما لايخفى على مَن تأمّل ذلك

رأي الشيخ ابن تيمية في المولد

يقول : قد يُثاب بعض الناس على فعل المولد ، وكذلك ما يحدثه بعض الناس إما مضاهاة للنصارى في ميلاد عيسى عليه السلام وإما محبة للنبي صلّىالله عليه وسلّم وتعظيما له ، والله قد يثيبهم على هذه المحبة والاجتهاد لا على البدع .

ثم قال : واعلم أن من الأعمال ما يكون فيه خير لاشتماله على أنواع من المشروع ، وفيه أيضاً شر من بدعة وغيرها فيكون ذلك العمل شراً بالنسبة إلى الإعراض عن الدين بالكلية كحال المنافقين والفاسقين .

وهذا قد ابتلي به أكثر الأمة في الأزمان المتأخرة ، فعليك هنا بأدبين :

أحدهما : أن يكون حرصك على التمسك بالسنة باطناً وظاهراً في خاصتك وخاصة من يطيعك واعرف المعروف وأنكر المنكر .

الثاني : أن تدعو الناس إلى السنة بحسب الإمكان ، فإذا رأيت من يعمل هذا ولا يتركه إلا إلى شر منه فلا تَدْعُ إلى ترك المنكر بفعل ما هو أنكر منه أو بترك واجب أو مندوب تركه أضر من فعل ذلك المكروه ، ولكن إذا كان في البدعة نوع من الخير فعوّض عنه من الخير المشروع بحسب المكان ، إذ النفوس لا تترك شيئاً إلا بشئ ولا ينبغي لأحد أن يترك خيراً إلا إلى مثله أو إلى خير منه .

ثم قال : فتعظيم المولد واتخاذه موسماً قد يفعله بعض الناس ويكون له فيه أجر عظيم لحسن قصده وتعظيمه لرسول الله صلّىالله عليه وسلّم كما قدمته لك أنه يحسن من بعض الناس ما يستقبح من المؤمن المسدد ، ولهذا قيل للإمام أحمد عن بعض الأمراء إنه أنفق على مصحف ألف دينار ونحو ذلك فقال : دعه فهذا أفضل ما أنفق فيه الذهب ، أو كما قال ، مع أن مذهبه : أن زخرفة المصاحف مكروهة ، وقد تأول بعض الأصحاب أنه أنفقها في تجديد الورق والخط ، وليس مقصود الإمام أحمد هذا وإنما قصده أن هذا العمل فيه مصلحة وفيه أيضاً مفسدة كُره لأجلها .

مفهوم المولد في نظري

إننا نرى أن الاحتفال بالمولد النبوي الشريف ليست له كيفية مخصوصة لابد من الالتزام أو إلزام الناس بها ، بل إن كل ما يدعو إلى الخير ويجمع الناس على الهدى و يرشدهم إلى ما فيه منفعتهم في دينهم ودنياهم يحصل به تحقيق المقصود من المولد النبوي .

ولذلك فلو اجتمعنا على شئ من المدائح التي فيها ذكر الحبيب صلّىالله عليه وسلّم وفضله وجهاده وخصائصه ولم نقرأ القصة التي تعارف الناس على قراءتها واصطلحوا عليها حتى ظن البعض أن المولد النبوي لا يتم إلا بها ، ثم استمعنا إلى ما يلقيه المتحدثون من مواعظ وإرشادات وإلى ما يتلوه القارئ من آيات .

أقول : لو فعلنا ذلك فإن ذلك داخل تحت المولد النبوي الشريف ويتحقق به معنى الاحتفال بالمولد النبوي الشريف ، وأظن أن هذا المعنى لا يختلف عليه اثنان ولا ينتطح فيه عنـزان .

القيام في المولد

أما القيام في المولد النبوي عند ذكر ولادته صلّىالله عليه وسلّم وخروجه إلى الدنيا ، فإن بعض الناس يظن ظناً باطلاً لا أصل له عند أهل العلم فيما أعلم بل عند أجهل الناس ممن يحضر المولد ويقوم مع القائمين ، وذاك الظن السيء هو أن الناس يقومون معتقدين أن النبي صلّىالله عليه وسلّم يدخل إلى المجلس في تلك اللحظة بجسده الشريف ، ويزيد سوء الظن ببعضهم فيرى أن البخور والطيب له وأن الماء الذي يوضع في وسط المجلس ليشرب منه .

وكل هذه الظنون لا تخطر ببال عاقل من المسلمين ، وإننا نبرأ إلى الله من كل ذلك لما في ذلك من الجراءة على مقام رسول الله صلّىالله عليه وسلّم والحكم على جسده الشريف بما لايعتقده إلا ملحد مفتر وأمور البرزخ لا يعلمها إلا الله سبحانه وتعالى .

والنبي صلّىالله عليه وسلّم أعلى من ذلك وأكمل وأجل من أن يُقال في حقه إنه يخرج من قبره ويحضر بجسده في مجلس كذا في ساعة كذا .

أقول : هذا افتراء محض وفيه من الجراءة والوقاحة والقباحة ما لا يصدر إلا من مبغض حاقد أو جاهل معاند .

نعم إننا نعتقد أنه صلّىالله عليه وسلّم حيٌّ حياة برزخية كاملة لائقة بمقامه ، وبمقتضى تلك الحياة الكاملة العليا تكون روحه صلّىالله عليه وسلّم جوّالة سيّاحة في ملكوت الله سبحانه وتعالى ويمكن أن تحضر مجالس الخير ومشاهد النور والعلم ، وكذلك أرواح خُلّص المؤمنين من أتباعه ، وقد قال الإمام مالك : بلغني أن الروح مرسلة تذهب حيث شاءت .

وقال سلمان الفارسي : أرواح المؤمنين في برزخ من الأرض تذهب حيث شاءت . (كذا في الروح لابن القيم )

إذا علمت هذا فاعلم أن القيام في المولد النبوي ليس بواجب ولا سنة ولا يصح اعتقاد ذلك أبداً ، وإنما هي حركة يعبّر بها الناس عن فرحهم وسرورهم فإذا ذكر أنه صلّىالله عليه وسلّم ولد وخرج إلى الدنيا يتصور السامع في تلك اللحظة أن الكون كله يهتز فرحاً وسروراً بهذه النعمة فيقوم مظهراً لذلك الفرح والسرور معبّراً عنه ، فهي مسألة عادية محضة لادينية ، إنها ليست عبادة ولا شريعة ولا سنة وما هي إلا أنْ جرت عادة الناس بها

استحسان العلماء لقيام المولد وبيان وجوهه

واستحسن ذلك من استحسنه من أهل العلم ، وقد أشار إلى ذلك البرزنجي مؤلف أحد الموالد بنفسه إذ قال بالنّص : ( وقد استحسن القيام عند ذكر مولده الشريف أئمةٌ ذوو رواية ورويّه ، فطوبى لمن كان تعظيمه صلّىالله عليه وسلّم غاية مرامه ومرماه ) ، ونعني بالاستحسان للشئ هنا كونه جائزاً من حيث ذاته وأصله ومحموداً مطلوباً من حيث بواعثه وعواقبه ، لا بالمعنى المصطلح عليه في أصول الفقه ، وأقل الطلاب علماً يعرف أن كلمة (استحسن) يجري استعمالها في الأمور العادية المتعارف عليها بين الناس فيقولون : استحسنت هذا الكتاب وهذا الأمر مستحسن واستحسن الناس هذه الطريقة ، ومرادهم بذلك كله هو الاستحسان العادي اللغوي وإلا كانت أمور الناس أصولاً شرعية ولا يقول بهذا عاقل أو مَن عنده أدنى إلمام بالأصول .

وجوه استحسان القيام

الوجه الأول : أنه جرى عليه العمل في سائر الأقطار والأمصار واستحسنه العلماء شرقاً وغرباً ، والقصد به تعظيم صاحب المولد الشريف صلّىالله عليه وسلّم ، وما استحسنه المسلمون فهو عند الله حسن ، وما استقبحوه فهو عند الله قبيح كما تقدم في الحديث .

الوجه الثاني : أن القيام لأهل الفضل مشروع ثابت بالأدلة الكثيرة من السنة ، وقد ألف الإمام النووي في ذلك جزءاً مستقلاً وأيّده ابن حجر وردّ على ابن الحاج الذي ردّ عليه بجزء آخر سّماه رفع الملام عن القائل باستحسان القيام .

الوجه الثالث : ورد في الحديث المتفق عليه قوله صلّىالله عليه وسلّم للأنصار ( قوموا إلى سيدكم ) وهذا القيام كان تعظيماً لسيدنا سعد رضي الله عنه ولم يكن من أجل كونه مريضاً وإلا لقال قوموا إلى مريضكم ولم يقل إلى سيدكم ولم يأمر الجميع بالقيام بل كان قد أمر البعض .

الوجه الرابع : كان من هدي النبي صلّىالله عليه وسلّم أن يقوم تعظيماً للداخل عليه وتأليفاً كما قام لابنته السيدة فاطمة وأقرّها على تعظيمها له بذلك ، وأمر الأنصار بقيامهم لسيدهم فدلّ ذلك على مشروعية القيام ، وهو صلّىالله عليه وسلّم أحق من عظّم لذلك .

الوجه الخامس : قد يقال إن ذلك في حياته وحضوره صلّىالله عليه وسلّم ، وهو في حالة المولد غير حاضر ، فالجواب عن ذلك أن قارئ المولد الشريف مستحضر له صلّىالله عليه وسلّم بتشخيص ذاته الشريفة ، وهذا التصور شئ محمود ومطلوب بل لابد أن يتوفر في ذهن المسلم الصادق في كل حين ليكمل اتباعه له صلّىالله عليه وسلّم وتزيد محبته فيه صلّىالله عليه وسلّم ويكون هواه تبعاً لما جاء به .

فالناس يقومون احتراماً وتقديراً لهذا التصور الواقع في نفوسهم عن شخصية ذلك الرسول العظيم مستشعرين جلال الموقف وعظمة المقام وهو أمر عادي – كما تقدم – ويكون استحضار الذاكر ذلك موجباً لزيادة تعظيمه صلّىالله عليه وسلّم .

الكتب المصنفة في هذا الباب

الكتب المصنفة في هذا الباب كثيرة جداً ، منها المنظوم ومنها المنثور ومنها المختصر والمطول والوسط ، ولا نريد في هذه العجالة الموجزة أن نستوعب ذكر ذلك كله لكثرته وسعته ، وكذلك لا نستطيع أن نقتصر على ذكر شئ من ذلك على وجه الإجمال ، لأنه ليس مصنف أولى من مصنف في تقديم ذكره ، وإن كان لابد أن يكون بعضها أفضل وأجلّ من بعض ، ولذلك فإني سأقتصر هنا على ذكر كبار علماء الأمة من الحفّاظ الأئمة الذين صنّفوا في هذا الباب وظهرت لهم موالد مشهورة معروفة

فمنهم الحافظ محمد بن أبي بكر بن عبدالله القيسي الدمشقي الشافعي المعروف بالحافظ ابن ناصر الدين الدمشقي المولود سنة (777 هـ) والمتوفَّى سنة (842 هـ) قال عنه الحافظ ابن فهد في لحظ الألحاظ ذيل تذكرة الحفاظ صفحة 319 : هو إمام حافظ مفيد مؤرخ مجيد له الذهن الصافي السالم الصحيح والخط الجيد المليح على طريقة أهل الحديث ، وقال : كتب الكثير وعلّق وحشّى وأثبت وطبق وبرز على أقرانه وتقدم وأفاد كل مَن إليه يمّم .

وقد تولّى مشيخة دار الحديث الأشرفية بدمشق ، وقال عنه الإمام السيوطي : صار محدّث البلاد الدمشقية ، وقال الشيخ محمد زاهد في تعليقه على ذيل الطبقات : قال الحافظ جمال الدين بن عبدالهادي الحنبلي في الرياض اليانعة لما ترجم لابن ناصر الدين المذكور : كان معظِّماً للشيخ ابن تيمية محباً له مبالغاً في محبته .ا.هـ . قلت : وقد ذكر له ابن فهد مؤلفاً يُسمى ( الرد الوافر على مَن زعم أن من سمى ابن تيمية شيخ الاسلام كافر ) قلت : هذا الإمام قد صنف في المولد الشريف أجزاء عديدة ، فمن ذلك ما ذكره صاحب كشف الظنون عن أسامي الكتب والفنون صفحة 319 وجامع الآثار في مولد النبي المختار في ثلاث مجلدات واللفظ الرائق في مولد خير الخلائق وهو مختصر .ا.هـ. وقال ابن فهد وله أيضاً مورد الصادي في مولد الهادي .

ومن أولئك الحافظ عبدالرحيم بن الحسين بن عبدالرحمن المصري الشهير بالحافظ العراقي المولود سنة 725 هـ والمتوفَّى سنة 808 هـ .

وهو الإمام الكبير الشهير أبو الفضل زين الدين وحيد عصره وفريد دهره حافظ الإسلام وعمدة الأنام العلاّمة الحجة الحبر الناقد مَن فاق بالحفظ والاتقان في زمانه وشهد له بالتفرد في فنه أئمة عصره وأوانه ، برع في الحديث والإسناد والحفظ والإتقان ، وصار المشار إليه في الديار المصرية بالمعرفة ، وماذا أقول في إمام كهذا وبحر خضم وفحل من فحول السنة وطود عظيم من أركان هذا الدين الحنيف ، ويكفينا قبول الناس لقوله في الحديث والإسناد والمصطلح ورجوعهم إليه إذا قيل العراقي ، وألفيته في هذا الباب عليها الاعتماد ويعرفه فضلاً وعلماً كل مَن له أدنى معرفة وصِلة بالحديث ، إن هذا الإمام قد صنّف مولداً شريفاً أسماه (المورد الهني في المولد السني ) ذكره ضمن مؤلفاته غير واحد من الحفاظ مثل ابن فهد والسيوطي في ذيولهما على التذكرة .

ومن أولئك الحافظ محمد بن عبدالرحمن بن محمد القاهري المعروف بالحافظ السخاوي المولود سنة 831هـ والمتوفَّى سنة 902هـ بالمدينة المنورة ، وهو المؤرخ الكبير والحافظ الشهير ترجمه الإمام الشوكاني في البدر الطالع وقال : هو من الأئمة الأكابر ، وقال ابن فهد : لم ارَ في الحفاظ المتأخرين مثله ، وهوله اليد الطولى في المعرفة وأسماء الرجال وأحوال الرواة والجرح والتعديل وإليه يُشار في ذلك ، حتى قال بعض العلماء : لم يأتِ بعد الحافظ الذهبي مثله سلك هذا المسلك وبعده مات فن الحديث ، وقال الشوكاني : ولو لم يكن له من التصنيف إلا الضوء اللامع لكان أعظم دليل على إمامته ، قلت : وقد قال في كشف الظنون : إن للحافظ السخاوي جزءاً في المولد الشريف صلّىالله عليه وسلّم .

ومن أولئك الحافظ المجتهد الإمام ملا علي قاري بن سلطان بن محمد الهروي المتوفى سنة 1014هـ صاحب شرح المشكاة وغيرها .

ترجمه الشوكاني في البدر الطالع وقال : قال العصامي في وصفه هو الجامع للعلوم النقلية والمتضلّع من السنة النبوية أحد جماهير الأعلام ومشاهير أولي الحفظ والأفهام ، ثم قال : لكنه امتحن بالاعتراض على الأئمة لاسيما الشافعي ا.هـ. ثم تكلف الشوكاني وقام يدافع وينافح عن ملا علي قاري بعد سوقه كلام العصامي ، فقال : أقول هذا دليل على علو منـزلته فإن المجتهد شأنه أن يبين ما يخالف الأدلة الصحيحة ويعترضه سواء كان قائله عظيماً أو حقيراً ، تلك شكاة ظاهر عنك عارها

قلت : هذا الإمام المحدّث المجتهد الذي ترجم له الشوكاني الذي قالوا عنه إنه مجتهد ومحدّث قد صنّف في مولد الرسول صلّىالله عليه وسلّم كتاباً قال صاحب كشف الظنون : واسمه ( المورد الروي في المولد النبوي) قلت : وقد حقّقتُهُ بفضل الله وعلّقتُ عليه وطبعته لأول مرة .

ومن أولئك الحافظ عماد الدين إسماعيل بن عمر بن كثير صاحب التفسير .

قال الذهبي في المختص : الإمام المفتي المحدّث البارع ثقة متفنن محدّث متقن .ا.هـ . وترجمه الشهاب احمد بن حجر العسقلاني في الدرر الكامنة في أعيان المائة الثامنة في صفحة 374 جاء منها : أنه اشتغل بالحديث مطالعة في متونه ورجاله ، وقال : وأخذ عن ابن تيمية ففتن بحبه وامتحن لسببه ، وكان كثير الاستحضار حسن المفاكهة ، سار تصانيفه في البلاد في حياته وانتفع بها الناس بعد وفاته سنة 744هـ وقد صنّف الإمام ابن كثير مولداً نبوياً طُبع أخيراً بتحقيق الدكتور صلاح الدين المنجد .

ومن أولئك الحافظ وجيه الدين عبدالرحمن بن علي بن محمد الشيباني اليمني الزبيدي الشافعي (المعروف بابن الديبع ، والديبع بمعنى الأبيض بلغة السودان هو لقب لجده الأعلى علي بن يوسف) ولد في المحرم سنة 866هـ وتوفي يوم الجمعة ثاني عشر من رجب الفرد سنة 944هـ وكان رحمه الله أحد أئمة الزمان ، إليه انتهت مشيخة الحديث ، حدّث بالبخاري أكثر من مائة مرة وقرأه مرة في ستة أيام .

وقد صنّف مولداً نبوياً مشهوراً في كثير من البلاد وقد حقّقناه وعلّقنا عليه وخرّجنا أحاديثه بفضل الله .

وكتبه
العلامة السيد/ محمد علوي المالكي الحسني
خادم العلم الشريف ببلد الله الحرام

تم بحمد ال