Pada kenyataannya, kasus alergi makanan pada bayi tidaklah terjadi sesering yang diduga. Karena setelah si kecil dipastikan secara klinis, hanya 2 hingga 6% dari mereka yang benar-benar menderita hipersensitivitas terhadap makanan, demikian dilaporkan di Journal of Allergy and Clinical Immunology. Membatasi akses anak terhadap beragam makanan justru dapat membuatnya kekurangan asupan nutrisi penting pada periode pertumbuhan emas 1 sampai 3 tahun.
Gejala alergi termasuk rash atau ruam kulit, sesak napas, keram perut dan mual. Reaksi ini bisa muncul dalam hitungan menit setelah mengonsumsi makanan pemicunya. Beberapa penderita alergi makanan bahkan dapat mengalami reaksi ekstrim yang disebut anafilaksis.
Alergi makanan disebabkan oleh reaksi sistem imun terhadap protein yang terkandung dalam jenis-jenis makanan tertentu, umumnya telur, susu, ikan, kacang, gandum atau kedelai.Untuk menghindari pencetus alergi, harus jeli dalam pemilihan makanan kemasan / label makanan.
Seperti halnya ASI atau air susu ibu, segala sesuatu yang alami memang lebih baik karena diracang oleh Sang Pencipta. Demikian pula dengan Air Susu Ibu (ASI). Bayi yang dilahirkan melalui operasi cesar ternyata menghadapi risiko alergi atau intoleransi susu sapi dua kali lipat ketimbang bayi yang dilahirkan secara normal, demikian sebuah laporan dari jurnal Allergy edisi September 2005. Bayi yang dilahir melalui operasi cesar lebih sedikit terpapar pada bakteri maternal. Hal ini berpengaruh terhadap sistem pencernaannya. Akhirnya, system kekebalan tubuh bayi akan bereaksi berlebihan terhadap substansi pemicu alergi seperti telur, ikan dan kacang